Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili
Suatu
ketika saat berkelana beliau berkata dalam hati, “Ya Allah, kapankah
aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?” Kemudian terdengarlah suara,
“Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya
kamu saja” Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa begitu, padahal
Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?” Kemudian
terdengar suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat
petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana
caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu
semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”.
Syadziliyah adalah nama suatu desa di benua Afrika yang merupakan
nisbat nama Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. Beliau pernah bermukim
di Iskandar sekitar tahun 656 H. Beliau wafat dalam perjalanan haji dan
dimakamkan di padang Idzaab Mesir. Sebuah padang pasir yang tadinya
airnya asin menjadi tawar sebab keramat Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili
r.a.
Beliau belajar ilmu thariqah dan hakikat setelah matang dalam ilmu
fiqihnya. Bahkan beliau tak pernah terkalahkan setiap berdebat dengan
ulama-ulama ahli fiqih pada masa itu. Dalam mempelajari ilmu hakikat,
beliau berguru kepada wali quthub yang agung dan masyhur yaitu Syekh
Abdus Salam Ibnu Masyisy, dan akhirnya beliau yang meneruskan
quthbiyahnya dan menjadi Imam Al-Auliya’.
Peninggalan ampuh sampai sekarang yang sering diamalkan oleh umat
Islam adalah Hizb Nashr dan Hizb Bahr, di samping Thariqah Syadziliyah
yang banyak sekali pengikutnya. Hizb Bahr merupakan Hizb yang diterima
langsung dari Rasulullah saw. yang dibacakan langsung satu persatu
hurufnya oleh beliau saw.
Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. pernah ber-riadhah selama 80 hari
tidak makan, dengan disertai dzikir dan membaca shalawat yang tidak
pernah berhenti. Pada saat itu beliau merasa tujuannya untuk wushul
(sampai) kepada Allah swt. telah tercapai. Kemudian datanglah seorang
perempuan yang keluar dari gua dengan wajah yang sangat menawan dan
bercahaya. Dia menghampiri beliau dan berkata, ”Sunguh sangat sial,
lapar selama 80 hari saja sudah merasa berhasil, sedangkan aku sudah
enam bulan lamanya belum pernah merasakan makanan sedikitpun”.
Suatu ketika saat berkelana, beliau berkata dalam hati, “Ya Allah,
kapankah aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?”. Kemudian
terdengarlah suara, “Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang
diberi nikmat hanya kamu saja”. Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya
bisa begitu, padahal Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama
dan Raja?”. Kemudian terdengarlah suara lagi, “Jika tidak ada Nabi,
kamu tidak akan mendapat petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan
bisa ikut bagaimana caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak
akan merasa aman. Itu semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya
untukmu”.
Beliau pernah khalwat (menyendiri) dalam sebuah gua agar bisa wushul
(sampai) kepada Allah swt. Lalu beliau berkata dalam hatinya, bahwa
besok hatinya akan terbuka. Kemudian seorang waliyullah mendatangi
beliau dan berkata, “Bagaimana mungkin orang yang berkata besok hatinya
akan terbuka bisa menjadi wali. Aduh hai badan, kenapa kamu beribadah
bukan karena Allah (hanya ingin menuruti nafsu menjadi wali)”. Setelah
itu beliau sadar dan faham dari mana datangnya orang tadi. Segera saja
beliau bertaubat dan minta ampun kepada Allah swt. Tidak lama kemudian
hati Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. sudah di buka oleh Allah swt.
Demikian di antara bidayah (permulaaan) Syekh Abul Hasan As-Syadzili.
Beliau pernah dimintai penjelasan tentang siapa saja yang menjadi
gurunya? Sabdanya, “Guruku adalah Syekh Abdus Salam Ibnu Masyisy, akan
tetapi sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh lautan ilmu. Lima
dari bumi yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a, Umar bin Khattab r.a,
Ustman bin ‘Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a, dan lima dari langit
yaitu dari malaikat Jibril, Mika’il, Isrofil, Izro’il dan ruh yang
agung.
Beliau pernah berkata, “Aku diberi tahu catatan muridku dan muridnya
muridku, semua sampai hari kiamat, yang lebarnya sejauh mata memandang,
semua itu mereka bebas dari neraka. Jikalau lisanku tak terkendalikan
oleh syariat, aku pasti bisa memberi tahu tentang kejadian apa saja yang
akan terjadi besok sampai hari kiamat”.
Syekh Abu Abdillah Asy-Syathibi berkata, “Aku setiap malam banyak
membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan dengan ini aku
berwasilah meminta kepada Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka
terkabulkanlah apa saja permintaanku”. Lalu aku bermimpi bertemu dengan
Nabi Muhammad saw. dan aku bertanya, “Ya Rasulallah, kalau seusai shalat
lalu berwasilah membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan aku
meminta apa saja kepada Allah swty. apa yang menjadi kebutuhanku lalu
dikabulkan, seperti hal tersebut apakah diperbolehkan atau tidak?”. Lalu
Nabi saw. Menjawab, “Abul Hasan itu anakku lahir batin, anak itu bagian
yang tak terpisahkan dari orang tuanya, maka barang siapa bertawashul
kepada Abul Hasan, maka berarti dia sama saja bertawashul kepadaku”.
Pada suatu hari dalam sebuah pengajian Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili
r.a. menerangkan tentang zuhud, dan di dalam majelis terdapat seorang
faqir yang berpakaian seadanya, sedang waktu itu Syekh Abul Hasan
Asy-Syadzili berpakaian serba bagus. Lalu dalam hati orang faqir tadi
berkata, “Bagaimana mungkin Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. berbicara
tentang zuhud sedang beliau sendiri pakaiannya bagus-bagus. Yang bisa
dikatakan lebih zuhud adalah aku karena pakaianku jelek-jelek”. Kemudian
Syekh Abul Hasan menoleh kepada orang itu dan berkata, “Pakaianmu yang
seperti itu adalah pakaian yang mengundang senang dunia karena dengan
pakaian itu kamu merasa dipandang orang sebagai orang zuhud. Kalau
pakaianku ini mengundang orang menamakanku orang kaya dan orang tidak
menganggap aku sebagai orang zuhud, karena zuhud itu adalah makam dan
kedudukan yang tinggi”. Orang fakir tadi lalu berdiri dan berkata, “Demi
Allah, memang hatiku berkata aku adalah orang yang zuhud. Aku sekarang
minta ampun kepada Allah dan bertaubat”.
Di antara Ungkapan Mutiara Syekh Abul Hasan Asy-Syadili:
1. Tidak ada dosa yang lebih besar dari dua perkara ini : pertama,
senang dunia dan memilih dunia mengalahkan akherat. Kedua, ridha
menetapi kebodohan tidak mau meningkatkan ilmunya.
2. Sebab-sebab sempit dan susah fikiran itu ada tiga : pertama,
karena berbuat dosa dan untuk mengatasinya dengan bertaubat dan
beristiqhfar. Kedua, karena kehilangan dunia, maka kembalikanlah kepada
Allah swt. sadarlah bahwa itu bukan kepunyaanmu dan hanya titipan dan
akan ditarik kembali oleh Allah swt. Ketiga, disakiti orang lain, kalau
karena dianiaya oleh orang lain maka bersabarlah dan sadarlah bahwa
semua itu yang membikin Allah swt. untuk mengujimu.
Kalau Allah swt. belum memberi tahu apa sebabnya sempit atau susah,
maka tenanglah mengikuti jalannya taqdir ilahi. Memang masih berada di
bawah awan yang sedang melintas berjalan (awan itu berguna dan lama-lama
akan hilang dengan sendirinya). Ada satu perkara yang barang siapa bisa
menjalankan akan bisa menjadi pemimpin yaitu berpaling dari dunia dan
bertahan diri dari perbuatan dhalimnya ahli dunia. Setiap keramat
(kemuliaan) yang tidak bersamaan dengan ridha Allah swt. dan tidak
bersamaan dengan senang kepada Allah dan senangnya Allah, maka orang
tersebut terbujuk syetan dan menjadi orang yang rusak. Keramat itu tidak
diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya
dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk
mencari keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri
dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan
pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah
(fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri
dan amalnya.
Di antara keramatnya para Shidiqin ialah :
1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu).
2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi).
3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.
Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :
1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.
2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.
3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.
4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.
Kamu jangan menunda ta’at di satu waktu, pada waktu yang lain, agar
kamu tidak tersiksa dengan habisnya waktu untuk berta’at (tidak bisa
menjalankan) sebagai balasan yang kamu sia-siakan. Karena setiap waktu
itu ada jatah ta’at pengabdian tersendiri. Kamu jangan menyebarkan ilmu
yang bertujuan agar manusia membetulkanmu dan menganggap baik kepadamu,
akan tetapi sebarkanlah ilmu dengan tujuan agar Allah swt.
membenarkanmu. Radiya allahu ‘anhu wa ‘aada ‘alaina min barakatihi wa
anwarihi wa asrorihi wa ‘uluumihi wa ahlakihi, Allahumma Amiin.
(Al-Mihrab).
Sumber : darisrajih.wordpress.com.